Monday, November 16, 2009

Buat Pemburu Syahid

Kisah Ibrahim dan Ibunyas 1

Dikisahkan oleh ahli sejarah, bahwa musuh telah melanggar batas sebuah negeri Islam. Lalu Abdul Wahid bin Zaid (Abu Ubaid), seorang khatib di Basrah, menyeru orang-orang untuk berjihad. Ia memaparkan berbagai kenikmatan surga dan juga menjelaskan sifat-sifat bidadari yang ada di dalamnya. Seruannya mendongkrak semangat kaum Muslimin untuk bersegera meraih surga. Diiringi tangis haru, mereka menggadaikan diri di jalan Allah SWT, dengan harga yang murah. Ada seorang wanita renta yang keluar dari kerumunan para wanita menemui Abu Ubaid. Wanita itu bernama Ummu Ibrahim Al-Bashiriyah.

Ia berkata, “Wahai Abu Ubaid, apakah engkau mengenal anakku Ibrahim? Seorang petinggi Basrah memintaku agar Ibrahim dinikahkan dengan anak perempuannya, permintaan itu aku tolak. Namun sekarang, demi Allah aku tertarik dengan bidadari yang kau sebut tadi. Aku rela jika bidadari itu menjadi pengantin bagi anakku. Mendengar ucapan tersebut, orang-orang terkesiap. Sontak mereka bertakbir. Ummu Ibrahim lalu berkata “Wahai Abu Ubaid, demi Allah aku telah ridha dengan bidadari itu sebagai pendamping Ibrahim. Apakah engkau mau menikahkan mereka sekarang juga, dengan mengambil dariku sepuluh ribu dinar sebagai maharnya? Semoga Allah menjadikannya pahlawan yang mati syahid, sehingga mampu memberi syafa’at bagiku dan bapaknya di hari kiamat.”

Abu Ubaid berkata, “Baiklah, aku bersedia. Semoga kalian berdua mendapat keberuntungan yang besar.” Sang ibu berteriak, “Hai Ibrahim… hai Ibrahim…” Lalu seorang pemuda tampan berkelebat keluar dari kerumunan manusia sambil berkata, “Baiklah ibu… baiklah ibu.” “Wahai anakku, apakah engkau rela dengan bidadari yang disebut sifatnya tadi sebagai istrimu, dengan jantungmu yang kau korbankan di jalan Allah sebagai maharnya?” tanya sang ibu. “Baiklah ibu, aku bersedia,” jawab Ibrahim.

Wanita tua itu bergegas menuju rumahnya guna mengambil sepuluh ribu dinar. Kemudian uang itu diletakkan di hadapan Abu Ubaid. Setelah itu ia menengadah ke langit sambil berdoa, “Ya Allah, saksikanlah, bahwa aku menikahkan putraku dengan bidadari. Sebagai maharnya ia akan mengorbankan jantungnya dalam perang di jalanMu. Maka terimalah ini wahai Dzat Yang Maha Mengasihi.”

Lalu kepada Abu Ubaid ia berkata, “Sepuluh ribu dinar ini adalah mahar bagi bidadari itu. Berbekallah dengannya dalam berperang di jalan Allah.”

Wanita itu lalu pergi membeli kuda dan alat perang yang bagus serta bekal untuk perjalanan beberapa hari dan menitipkan pesan kepadanya dengan apa yang ia lihat dan ia dengar. Para Mujahidin yang lain pun sedang menata bekal berperang. Ketika hendak berpisah dengan anaknya, wanita itu mengalungkan kafan dan memberikan minyak wangi (yang biasa ditaburkan ke tubuh jenazah) kepada anaknya. Ia menatap anaknya dalam-dalam, seolah jantungnya akan membuncah keluar dari dada. Ia berpesan, “Kalau kamu bertemu dengan musuh , pakailah kain kafan ini dan taburkan minyak ini ke tubuhmu. Jangan sampai Allah melihatmu lalai di jalan-Nya.”

Ummu Ibrahim mendekap anaknya, memeluk dan menciumnya, lalu berkata, “Pergilah anakku. Allah tak akan lagi mempertemukanku denganmu kecuali kelak di hadapan-Nya.”

Ibrahim pergi bersama pasukan. Pandangan sang ibu mengikutinya sampai ia tak lagi terlihat. Ketika pasukan telah sampai di wilayah musuh, dan kedua pihak saling berhadap-hadapan dalam formasi siap tempur, Ibrahim maju ke barisan terdepan. Dimulailah peperangan. Anak panah pun beterbangan mengiringi pertempuran kedua pasukan.

Sementara itu, Ibrahim berhasil menyusup ke barisan musuh dan memporakporandakannya. Ia berhasil membunuh lebih dari tiga puluh tentara musuh. Ketika musuh menyadari serangan Ibrahim yang luar biasa ini, mereka segera mengepung dan menyerangnya. Ada yang menombaknya, memukul dan menusuknya. Dan Ibrahim tetap tegar melakukan perlawanan sampai kehabisan tenaga, akhirnya Ibrahim terjatuh dari kudanya dan segera dihabisi oleh lawan.

Pertempuran itu berakhir dengan kemenangan kaum Muslimin yang berhasil memukul mundur musuh. Mereka pulang kembali ke Basrah. Sesampainya di Basrah, semua penduduk keluar menyambut. Ummu Ibrahim ada di kerumunan orang-orang yang menyambut kepulangan mujahidin itu. Matanya menatap tajam setiap sosok pasukan. Ketika melihat Abdul Wahid, ia menghampiri sambil bertanya, “Wahai Abu Ubaid, apakah Allah merestui pernikahan anakku sehingga aku bahagia, atau Ia menolaknya, sehingga aku bersedih?” Abu Ubaid menjawab, “Allah telah menerimanya. Aku berdoa semoga sekarang anakmu bersama para syuhada yang dirahmati Allah.”

Seketika itu ia berteriak, “Subhanallah… segala puji bagi Allah yang mengabulkan keinginanku dan menerima ibadahku.” Ia berlari pulang ke rumah yang kini ia tinggali sendirian setelah berpisah dengan anaknya dengan sangat gembira. Ia dekap baju Ibrahim hingga tertidur.

Keesokan harinya Ummu Ibrahim bergegas menuju majlis. Sesampainya di sana, ia berkata, “Wahai Abu Ubaid semalam aku melihat anakku telah berada dalam taman yang indah. Di atasnya ada kubah hijau. Ia berbaring di atas kasur yang berhiaskan mutiara. Di atas kepalanya ada mahkota yang berkilauan. Ia berkata kepadaku, “Wahai ibu, bergembiralah. Maharku telah diterima, dan pengantin pun telah bersanding.”
******

Mereka adalah orang-orang yang menyadari, bahwa tak ada tempat lari ketika ajal menjemput. Mereka segera menjemput kematian, sebelum kematian itu menjemput mereka. “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki….” (Ali Imran : 169)

s 2

Cemburu Kami kepada Tuan

(Malam Pertama Di Alam Kubur, Dr.Muhammad bin Abdurrahman Al-Uraifi)

No comments:

Post a Comment